Perubahan Iklim dan Kesadaran Kita yang Minim

perubahan iklim

Perubahan Iklim dan Kesadaran Kita yang Minim. Pusat perbelanjaan pertama di kota Mataram itu terletak tidak jauh dari rumah.  Jaraknya hanya sekitar 1 km. Wajar rasanya jika saya putuskan untuk berjalan kaki saja ke sana. Toh di kiri kanan jalan tersedia trotoar yang layak, langit berawan tanpa sinar mentari yang menyilaukan. Tidak terburu-buru juga rasanya, hanya ada beberapa barang yang hendak dibeli, lalu pulang kembali. Saya pun mantap melangkahkan kaki, berjalan menyusuri trotoar, sembari melihat kesibukan setiap orang yang saya lalui. Sampai tersadar ada yang menyapa, “Eee..mau ke mana? kok kasihan sekali jalan kaki begitu? mana motornya?”.

Apa yang Salah dengan Berjalan Kaki?

Seorang pengendara sepeda motor itu adalah keluarga saya, sepupu hitungannya. Seperti biasa, saya jawab apa adanya, mau ke Mall Mataram dan memang sedang mau jalan saja. Ditawarkannya saya untuk naik motor, tapi lagi lagi saya tolak. Saat itu, di rumah memang belum ada kendaraan apapun. Tapi bukan berarti tidak ada uang untuk membayar ojek maupun taksi. Hanya saja bagi saya, jarak yang hendak ditempuh ini terlampau dekat. Jalan kaki sebentar sudah sampai. Ah manja sekali kalau harus naik motor atau taksi. Sekalian berhemat juga, kan? Apalagi sejak dulu, sejak tinggal di Makassar, saya sudah terbiasa berjalan kaki. Terutama saat angkutan kota yang saya naiki harus berdiam entah berapa lama ketika dihadapkan pada situasi demonstrasi misalnya.

Jika sudah begitu, maka akan berakhir dengan berjalan kaki. Tidak sabar rasanya waktu saya terbuang percuma dan harus berlama-lama di dalam angkutan kota. Jadi bagi saya, jalan kaki adalah hal yang biasa. Jalan kaki yaa, bukan hiking. Hahahah. Demikian pula cerita kakak saya selama bertahun-tahun menempuh pendidikan di Bandung. Kemampuan berjalan kakinya justru lebih expert dibanding saya. Mengingat trek di tempat tinggalnya dulu jarang sekali berupa jalan datar, lebih sering mendaki lalu menurun kembali. Tapi ternyata tidak semua orang berpikiran bahwa berjalan kaki adalah hal yang menyenangkan. Setidaknya berdasarkan apa yang saya alami di sini. Entah sudah berapa kali, setiap berjalan kaki, saya mendapat sapaan yang sama. Pasti ada kata-kata “kok kasihan sekali”, semacam sebuah template yang menghantui kami, para pejalan kaki. Saya katakan ‘para’, sebab ternyata sejumlah teman sudah merasakan pengalaman yang sama.

Tidak Bergantung pada Penggunaan AC, Sebuah Kenikmatan Tersendiri

Suatu waktu, saya lupa tepatnya tahun berapa. Ada gangguan pada pembangkit listrik yang berada di kota kami. Gangguan tersebut mengakibatkan tidak semua kebutuhan listrik bisa terpenuhi. Supaya sedikit teratasi, sambil menunggu perbaikan selesai dikerjakan. Maka selama berhari-hari (seingat saya hingga dua minggu lamanya), diadakan pemadaman bergilir. Ya, ganti-gantian listriknya nyala dan padam. Sebagai manusia modern yang sebagian besar aktivitasnya bergantung pada ketersediaan listrik, tentu kondisi ini membuat banyak pekerjaan terhambat. Bukan saja terhambat, pastinya berpengaruh pada kenyamanan pula. Seingat saya, saat kondisi tersebut terjadi, saya belum lama melahirkan anak kedua. Meski sulit menyelesaikan pekerjaan karena laptop tidak selamanya bisa dalam keadaan menyala, demikian juga wifi yang tidak dapat terkoneksi. Namun satu hal yang sangat saya syukuri adalah bayi saya, Tita, tidak perlu merasa tidak nyaman karena kepanasan.

Ada maupun tidak ada listrik. Urusan panas dingin di rumah, sepenuhnya kami serahkan pada kondisi saat itu juga. Sesekali dengan bantuan kipas tangan, jika memang terasa gerah. Ya, tidak ada satu unit AC pun di rumah. Saya tidak bilang bahwa saya tidak membutuhkannya. Percayalah, keinginan itu selalu ada, terutama saat panas matahari sangat terik di luar sana. Saking teriknya, di dalam rumah pun terasa panas. Kalau sudah begitu, maka keinginan untuk memiliki AC, akan datang kembali. Katalog toko elektronik mulai dilihat, survey harga, cari tahu merk dan PK AC yang tepat. Hingga berakhir pada keputusan, ah sudahlah..sabar saja, selain tagihan listrik akan membengkak, jangan sampai nanti ketergantungan. Sungguh keputusan yang tepat, mengingat hal yang paling sering dikeluhkan saat terjadi pemadaman adalah kepanasan, karena AC yang tidak bisa difungsikan. Anak-anak rewel, orangtua pun demikian. Lihatlah betapa AC sudah menjadi sebuah kebutuhan, sudah membuat ketergantungan.

Perubahan Iklim dan Kesadaran Kita yang Minim

Dua bagian cerita di atas adalah kejadian yang saya, atau bahkan kita semua alami. Ketika kita dihadapkan pada kondisi-kondisi yang membuat kita berpikir, betapa rumitnya hidup kini. Hidup tidak sesederhana dulu lagi, kita menjadi bergantung pada banyak hal yang memudahkan. Dimana di sisi lain sebenarnya merusak, bukan tidak benar-benar dibutuhkan, namun mungkin penggunaan kita yang berlebihan. Asap kendaraan bermotor dan penggunaan alat pendingin buatan berbahan CFC merupakan dua dari sekian banyak contoh yang memperburuk perubahan iklim.

Ah, cuma kita kok yang ke mana-mana naik motor dan di rumah pakai AC. Masa segitu doang bisa berpengaruh ke satu bumi yang gede ini?

Nyatanya, berdasarkan laporan dari International Energy Agency, organisasi nonpemerintah yang mewakili 30 negara termasuk AS, mengatakan ada sekitar 1,6 miliar unit AC di seluruh dunia yang telah memakan sekitar 10 persen listrik dunia. Selanjutnya, masih dalam laporan yang sama, diperkirakan dalam 30 tahun ke depan jumlah penggunaan AC dapat melonjak sampai tiga kali lipat atau sekitar 5,6 miliar unit pendingin ruangan di seluruh dunia. Tidak ada larangan untuk memiliki AC, siapapun berhak membelinya. Namun, bijaklah dalam penggunaannya. Sebab, belajar dari riset tersebut, ternyata AC sendiri berkontribusi atas 15 persen emisi karbon yang terhubung ke listrik. Emisi yang dapat memperburuk pemanasan global serta membuat beberapa daerah di bumi lebih panas dan iklim menjadi sulit diprediksi. Ya, kondisi yang kita bahas saat ini, kondisi perubahan iklim.

Minimnya Kesadaran Kita, Sebab Belum Mengenal Bahaya yang Ada

Perubahan iklim dan kesadaran kita yang minim. Ada sebuah ungkapan yang berbunyi: tak kenal, maka tak sayang. Mungkin inilah analogi yang tepat akan seberapa kenalnya kita dengan kondisi perubahan iklim yang terjadi saat ini. Memang benar, bahwa kesadaran kita sebagai manusia terkait pengaruh perubahan iklim sangatlah minim. Ada yang pernah mendengar istilahnya, namun tidak paham artinya. Ada yang paham, namun dalam hati pun perbuatan masih acuh tak acuh. Saling tunggu kapan sih harus mulai menjaga bumi. Atau bahkan yang ada sudah benar-benar mengerti, mulai melakukan perubahan, namun karena berpikir hanya bergerak sendiri. Akhirnya kembali lagi pada kebiasaan hidup seperti sedia kala. Ah, kesadaran kita yang minim terkait perubahan iklim ini mungkin terjadi karena belum kenal, belum sadarnya kita, akan betapa buruk situasi yang bisa terjadi ketika suhu rata-rata bumi mengalami kenaikan.

perubahan iklim

Talkshow KBR: Suara Kita Tentang Perubahan Iklim

Apa sih perubahan iklim itu? Penyebabnya apa saja? Dan seberapa bahayakah dampaknya bagi kehidupan kita? Untuk memupuk kesadaran dan kepedulian kita dalam menjaga bumi, maka kita harus mengetahui dulu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tadi. Jawabannya bisa kita cari dan dapatkan dari mana saja, ada banyak sekali berita, penelitian, hingga talkshow yang membahas isu tersebut. Seperti yang saya ikuti baru-baru ini, talkshow bertajuk Suara Kita Tentang Perubahan Iklim yang diselenggarakan oleh Kantor Berita Radio (KBR) Indonesia.

Talkshow yang dipandu Don Brady (KBRid) ini berlangsung pada Jumat (14/8) selama 90 menit dengan menghadirkan sejumlah narasumber. Mulai dari Davina Veronica (Pegiat Lingkungan dan Perlindungan Satwa, juga seorang model), Zul Karnedi (penyelamat penyu), Mubariq Ahmad (Direktur Eksekutif Yayasan Strategi Konservasi Indonesia), serta Widyanti Yuliandari (Ketua Umum IIDN) dan Siti Hairul, sebagai blogger yang aktif menulis tentang pelestarian lingkungan. Para narasumber memaparkan bagaimana dampak perubahan iklim yang dirasakannya, serta langkah kecil yang telah mereka lakukan dalam rangka menjaga bumi. Dari mereka, sungguh banyak sekali insight yang saya dapatkan. Insight yang menjadi pengingat, bahwa bumi sedang berada dalam kondisi yang memprihatinkan. Insight yang menjadi cambuk bagi saya, untuk ikut bergerak bersama, sekecil apapun itu. Bergerak untuk menjaga bumi, melestarikan alam.

perubahan iklim

Kalau Hutan Hancur, Manusia pun Akan Hancur

Namanya Davina Veronica, banyak yang mengenalnya sebagai seorang model. Namun tahukah kalian bahwa Davina juga adalah seorang pegiat lingkungan dan perlindungan satwa? Sebagai seorang aktivis, Davina sering kali keluar masuk hutan, melihat langsung bagaimana kondisi di sana. “Mau nangis rasanya…gimana ya? yang gak bersinggungan dengan hutan atau laut, pasti don’t get the feeling..tapi kalau kita tahu bagaimana pentingnya hutan.. kalau hutan hancur, manusia pun akan hancur”, Davina berkisah.

Populasi manusia yang tidak terkontrol, menjadikan semakin banyak pula habitat para satwa yang digunakan demi membuka lahan baru bagi manusia. Satwa kehilangan hutan, kehilangan habitatnya sebagai tempat tinggal sekaligus tempat mencari makan. Jadi jika sampai ada satwa yang masuk ke pemukiman warga, tentu saja itu bukan salah mereka. Bisa jadi, salah kita sebagai manusia, yang telah merampas habitat mereka.

Dari Bertindak Jahat, Hingga Menjadi Seorang Penyelamat

Adalah Zul Karnedi, seorang asal Alun Utara Bengkulu, yang sejak dulu hingga tahun 2000-an menjadi seorang pemburu serta memasarkan telur penyu, bersama sejumlah kawannya. Hingga di tahun 2015, Zul pun tersadar bahwa apa yang dilakukannya selama ini salah. Ia kemudian berbalik arah, tidak lagi menjadi pemburu, melainkan mendedikasikan dirinya sebagai seorang penyelamat dan pelestari penyu.

Penyu di daerah Alun Utara Bengkulu terdiri atas tiga jenis, yaitu: Penyu Lekang, Sisik, dan Tempayang. Zul melakukan gerakan pelestarian ini bersama teman-temannya, serta sejumlah mahasiswa dari Universitas Bengkulu yang membantu dalam hal sosialisasi pada masyarakat. Kondisi laut di Bengkulu, rasanya memiliki permasalahan yang sama dengan laut lainnya di Indonesia. Sampah plastik di mana mana, sungguh membuat kekhawatiran. Zul pun sempat dibilang bodoh dan gila oleh banyak orang yang meremehkannya. Bagi Zul, itu tidak jadi soal, prosesnya memang penuh tantangan. Namun yang terpenting adalah bagaimana agar penyu-penyu ini selamat dan dapat dilestarikan. Sebab ia percaya, penyu bisa menyelematkan ekosistem laut. Dimana manfaatnya dapat dirasakan pula oleh manusia.

Musim Sering Tidak Menentu? Itulah Contoh Nyata Pengaruh Perubahan Iklim

Kenapa sih perubahan iklim ini menjadi isu yang banyak diperbincangkan? Sebab pengaruhnya ke mana mana. Jika tidak diatasi dari sekarang, jangan heran kalau beberapa tahun yang akan datang, kondisi bumi akan semakin memprihatinkan. Mubariq Ahmad seorang Direktur Eksekutif Yayasan Strategi Konservasi Indonesia, menjelaskan bahwa betapa perubahan iklim telah mempengaruhi banyak hal. Satu yang paling terasa, yakni musim yang jadi tidak menentu. Coba deh diingat, betapa sering ketika seharusnya tiba musim hujan, namun kemarau panjang masih juga menyelimuti kita. Demikian pula sebaliknya, hujan turun terus menerus, padahal sudah waktunya musim kemarau.

perubahan iklim

Kondisi yang demikian, selain berpengaruh pada pertanian, juga dapat menyebabkan terjadinya sejumlah bencana alam. Dimana hal ini terkait pada perubahan cuaca dan kerusakan hutan di hulu. Selanjutnya, musim yang tidak menentu dapat mengakibatkan pula krisis air. Padahal, air merupakan kebutuhan vital bagi manusia. Terakhir, pengaruh dari perubahan iklim ini pun memberikan dampak yang tidak seimbang secara sosial. Contoh nyatanya saja, saat udara sangat panas, mereka yang berkecukupan, tinggal menyalakan AC sebagai pendingin. Sementara tentu saja, tidak semua orang bisa membeli dan menggunakan pendingin tersebut.

Apa sih penyebab perubahan iklim? banyak. Indonesia bahkan menjadi penyumbang emisi terbesar. Dua blok persoalan terbesarnya, yakni pertama yang berkaitan dengan deforestasi dan konservasi hutan. Contohnya yaitu terjadinya kebakaran hutan. Kedua, masalah dalam hal energi. Dimana kita masih mengandalkan energi jenis fossil fuels, yang dapat menghasilkan emisi gas rumah kaca. Dengan mengandalkan energi jenis tersebut, selain tidak baik bagi kelestarian lingkungan, juga akan menyebabkan ke depannya kita akan kesulitan ekspor. Ya, sebab sering kali kebijakan pemerintah sudah disusun dengan baik, namun implementasinya masih juga kedodoran.

Menyuarakan Kelestarian Lingkungan Lewat Tulisan

Sebagai penulis, khusus blogger, hal apa yang bisa kita lakukan sebagai upaya memberikan edukasi terkait pelestarian lingkungan? Widyanti Yuliandari, selaku Ketua Umum Ibu Ibu Doyan Nulis (IIDN) menceritakan bahwa kini mulai banyak blogger, khususnya kalangan ibu-ibu, yang menyuarakan hal-hal sederhana tentang cara menjaga bumi, peduli lingkungan. Seperti membawa bekal dari rumah, membiasakan diri membawa tumbler dibanding membeli air kemasan, dan lainnya. Ya, sebagai blogger, yang bisa kita lakukan adalah menyuarakan, memberikan edukasi jaga bumi, lewat tulisan.

Bagaimana Jaga Bumi oleh Seorang Ibu Dimulai? Dengan Berhenti Menggunakan Pembalut Sekali Pakai

Adalah Siti Hairul, atau yang akrab disapa Mak Irul, seorang ibu rumah tangga yang juga seorang blogger, yang memutuskan berhenti menggunakan pembalut sekali pakai. Baginya, ini adalah salah satu langkah kecil yang bisa ia lakukan sebagai bentuk jaga bumi. Dengan berhenti menggunakan pembalut sekali pakai, seperti halnya ia memutuskan berhenti memaikan popok sekali pakai pada anak-anaknya. Sampah sudah terlalu banyak jumlahnya, pembalut sekali pakai turut berkontribusi besar sebagai sampah yang sulit dihancurkan. Sebagai seorang ibu di rumah, Mak Irul memutuskan menjaga bumi dengan cara ini, memutuskan menggunakan menstrual cup, yang tentu saja tidak menghasilkan sampah. Serta sebagai blogger, Mak Irul pun memberikan edukasi terkait penggunaan menstrual cup lewat postingan blognya.

Belajar dari Para Pegiat Lingkungan di sekitar

Cara asyik untuk belajar mencintai dan menjaga bumi pun bisa dimulai dengan mencari inspirasi dari mereka, para pegiat lingkungan di sekitar. Mereka yang telah banyak bergerak, mengantisipasi dampak dari perubahan iklim. Mereka yang memaksimalkan segala daya dan upaya untuk mengatasi persoalan lingkungan yang ada, setidaknya di daerahnya. Carilah, di daerah teman-teman pasti ada orang-orang seperti Davina, Zul Karnedi, Mubariq Ahmad, Widyanti Yuliandari, serta Siti Hairu. Mereka yang membagikan ceritanya pada talkshow KBR tadi. Saya beruntung, di tempat saya di kota Mataram, saya mengenal Pak Theo dan Mbak Aisyah Odist. Dua sosok yang sangat dikenal kiprahnya pada pelestarian lingkung, tentunya dengan caranya masing-masing.

perubahan iklim

Pak Theo, Dari Sampah Kertas Menjadi Barang Berkelas

Saya pernah menulis tentang Pak Theo, seorang seniman sekaligus pegiat lingkungan. Pak Theo terkenal dengan rumahnya yang diberi nama The Griya Lombok. Tempat ia berkreasi dengan segala jenis sampah berbahan dasar kertas. Percaya tidak, dari sampah-sampah kertas yang kita hasilkan selama ini, oleh Pak Theo, bisa diolah menjadi kursi, meja, daun pintu, dan sejumlah karya lainnya. Tentu saja, karyanya tersebut pun diapresiasi oleh banya orang, terutama wisatawan mancanegara. Siapa sangka, dari sampah kertas, bisa menghasilkan barang-barang berkelas.

perubahan iklim

Mbak Aisyah Odist, Berawal dari Keresahan Hingga Berhasil Mengajak Banyak Orang untuk Peduli Lingkungan

Lain Pak Theo, lain pula Mbak Aisyah Odist. Berawal dari keresahannya akan lingkungan tempat tinggalnya yang kumuh. Mbak Ais pun mulai bergerak, dimulai dari dirinya sendiri. Ia mulai menata lingkungan, membersihkan sampah. Memberikan contoh pada warga lainnya bahwa betapa nyamannya jika tinggal di lingkungan yang bersih dan terawat. Bank Sampah NTB Mandiri dan kampung “Kawis Krisant” adalah wujud nyata kepeduliannya. Menariknya lagi, Mbak Ais turut memberdayakan teman-teman difabel untuk belajar berkarya dengan bahan-bahan dasar sampah yang ada. Warga pun diharapkan mampu mengelompokkan jenis sampah, membuat ecobrick, yang nantinya bisa dijual dan ditabung di bank sampah. Meski demikian, Mbak Ais selalu menekankan bahwa jangan berharap rupiah dengang mengumpulkan sampah, jangan memulung. Tapi belajarlah untuk bijak mengelola sampah dari rumah. Serta tananmkan dalam hati, untuk berusaha meminimalkan jumlah sampah yang dihasilkan di rumah.

Bergerak Bersama untuk Cegah Perubahan Iklim, Meski Dimulai dengan Aksi yang Minim

Itu tadi cerita tentang mereka, orang-orang yang mendedikasikan dirinya untuk mencintai dan melestarikan lingkungan. Bagi mereka, perubahan iklim adalah sebuah bahaya nyata di depan mata, yang semakin hari semakin mengerikan saja. Karena itulah, mereka memilih untuk bergerak, mengedukasi, dan terus berupaya mengantisipasi agar hal-hal buruk tidak terjadi. Kita juga bisa seperti mereka, tanpa perlu menjadi aktivis lingkungan atau apapun namanya. Bergerak bersama untuk cegah perubahan iklim, meski dimulai dengan aksi yang minim. Sebab aksi besar, jika dilakukan sendiri dan tidak konsisten, akan sangat berbeda hasilnya dengan aksi kecil yang kompak dilakukan secara bersama oleh banyak dan terus menerus dilaksanakan. Lantas, apa saja yang bisa kita lakukan? Teman-teman mungkin bisa meniru hal-hal yang telah saya lakukan di bawah ini, yaitu:

  • Membuang serta mengelompokkan sampah sesuai jenisnya. Lebih bagus lagi jika meminimalkan penggunaan produk yang berpotensi menjadi sampah.
  • Mengganti penggunaan popok maupun pembalut sekali pakai dengan produk berbahan kain yang dapat dicuci ulang.
  • Membiasakan diri membawa tumbler atau botol minum, untuk menghindari membeli produk air minum kemasan.
  • Menghabiskan makanan yang disantap di restoran/rumah makan agar tidak perlu lagi dibungkus untuk dibawa pulang ke rumah.
  • Mulai menanam dan menata lingkungan rumah, menciptakan ketahanan pangan, teruma di masa pandemi seperti ini.
  • Membiasakan diri berjalan kaki jika harus ke mana mana dan jaraknya masih bisa ditempuh tanpa menggunakan kendaraan bermotor.
  • Mengurangi penggunaan listrik/benda-benda elektronik, terutama AC.
  • Menjaga kelestarian lingkungan di mana saja. Entah di rumah, sekolah, kantor, bahkan saat bepergian/traveling, dengan tidak membuang sampah sembarang, merusak pepohonan yang ada, dan lainnya.

Demikianlah, Perubahan Iklim dan Kesadaran Kita yang Minim. Dengan belajar dan mencari tahu apa yang tengah terjadi, maka kita pun akan lebih sadar dan peduli untuk menjaga bumi.

Saya sudah berbagi pengalaman soal perubahan iklim. Anda juga bisa berbagi dengan mengikuti lomba blog “Perubahan Iklim” yang diselenggarakan KBR (Kantor Berita Radio) dan Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN). Syaratnya, bisa Anda lihat di sini.

Biasa dipanggil Andy. Pernah tinggal lama di Makassar dan sekarang di Mataram, Lombok. Ngeblog sejak 2007. Senang kulineran, staycation, kopdaran di cafe, browsing produk di toko online tapi gak beli, dan tentu saja...senang menulis :) Bisa dikontak di andyhardiyanti@gmail.com

58 Comments

  • Lidya 31 August 2020 at 8:55 pm

    Tidak tergantung pada AC, nah makanya aku di kamar walaupun pasang AC tetap ada kipas angin supaya gak terus-terusan pakai AC. PR banget ya biar gak ketergantungan demi masa depan bumi soalnya berpengaruh terhadap perubahan iklim.
    Belajar berubah dari diri sendiri dulu ya kalau gitu

    Reply
  • Artha 1 September 2020 at 10:46 am

    Saya jd tergerak pakai mens cup. Benar, selain bisa ekonomis jg kurangi sampah. Langkah kecil yg kita lakukan tentu akan berdampak besar juga kan

    Reply
    • Lidya 3 September 2020 at 12:19 pm

      aku juga jadi mau nyobain mens cup nih biar lebih irit juga selain memngurangi sampah ya. Ini pakainya gak susah kan ya

      Reply
  • Elly Nurul 1 September 2020 at 11:52 am

    Membangun kesadaran orang akan pentingnya menjaga alam dan lingkungan kita memang ngga mudah, harus dari dalam diri dan memang harus diingatkan secara terus menerus sih agar mulai sadar dan mau bergerak berkontribusi ya mbak

    Reply
  • gina 1 September 2020 at 3:30 pm

    Aku amazed sama usaha artist luar negeri yang begitu konsen soal issues perubahan iklim. Di Indonesia, public figure kurang begitu menyuarakan masalah ini. Sepantasnya mulai saja dr diri kita dengan membuat kebiasaan-kebiasaan menjaga lingkungan

    Reply
  • Nchie Hanie 1 September 2020 at 7:15 pm

    Merasa ketabok, aku yang suka naik motor meski deket, huhu Bandung parah banget kalo jalan kaki juga, udah sampah, asap, dll.

    Salut sama Mba Ais dan Pak Theo yang kreatif membuat aksi keren. Iya postingan ini reminder kita semua untuk selalu sadar menjaga alam dan lingkungan sekecil apapun.

    Reply
  • nurulrahma 1 September 2020 at 9:13 pm

    Kontribusi semua warga Indonesia dibutuhkan banget ya Mak
    KArena sumber daya alam kudu kita jaga kelestariannya

    Reply
  • Tuty Queen 1 September 2020 at 10:13 pm

    Betul banget, musim saat ini benar-beanr tak menentu dan ini bukti nyata kalau kita mengalami perubahan iklim. Kita mesti bersama-sama menyelamatkan hutan demi masa depan.

    Reply
    • Tuty Queen 3 September 2020 at 11:17 am

      Kebayangkan ya sekarang aja perubahan iklim seperti ini, gimana generasi kita nanti yang seharusnya dapat warisan yang baik-baik dari kita .. harapanku semoga kita semua lebih care lagi ya mbak

      Reply
  • Nurhilmiyah 2 September 2020 at 8:03 am

    Salut sama Mba Andy yang di rumahnya bisa bertahan gak dipasangin AC ya.. memang perubahan iklim ini ekstrem sekali, kadang panas poll eh abis itu diguyur hujan derassss banged. Saya setuju dengan turut menyelamatkan bumi meski mengedukasi lewat tulisan tangan ya

    Reply
  • Shyntako 2 September 2020 at 10:53 am

    perubahan iklim ini memang hrs jd concern tersendiri, krn pemanasan global nyata adanya, so mumpung Indonesia masih punya banyak hutan, yuk kita jaga bareng ya

    Reply
  • Rizka Edmanda 2 September 2020 at 12:02 pm

    Memang diperlukan kesadaran tinggi untuk merawat dan melestarikan alam ya.ini jadi tugas kita semua sih dari level paling rendah misalnya rumah tangga

    Reply
  • Eno 2 September 2020 at 12:32 pm

    Yang kerasa banget sama aku tuh udara di Bandung. Bandung sekarang nggak sejuk seperti tahun 90an dulu. Sekarang kalau siang panasnya sering nggak beda dengan Jakarta.

    Reply
  • Nathalia DP 2 September 2020 at 2:56 pm

    Iya mbak, orang-orang tuh ke depan komplek doang harus pakai motor, sementara saya tetap konsisten jalan kaki… Lebih sehat dan sebagai bukti kecil sayang saya sama bumi…

    Reply
  • Okti Li 2 September 2020 at 4:01 pm

    Membawa botol air sendiri sudah saya lakukan sejak bekerja di luar negeri. Kebiasaan itu saya bawa ke kampung halaman. Dan kini menurun ke anak juga.

    Tapi pernah ada teman yg bilang, dia pakai pembalut cuci ulang, eh justru malah boros air. Mun PAM di rumahnya sering ga ngalir. Akhirnya beralih ke pembalut sekali pakai lagi.

    Reply
  • Ririe Khayan 2 September 2020 at 4:52 pm

    Alhamdulillah kami terbiasa gak pakai AC, cukup pakai kipsa angin. Hanya saja di kantor pakai AC, saya pengennya non AC tapi yang lainnya merasa gerah katanya kalau AC dimatiin.

    Reply
  • Dyah ummu AuRa 2 September 2020 at 5:35 pm

    Kami belum bisa lepas dari AC mbak. Pekanbaru suhunya Subhanallah panas sekali. Hanya saja pemakaian AC kami kurangi yaitu hanya untuk tidur saat malam hari saja.

    Reply
  • Tammy 2 September 2020 at 5:39 pm

    Jalan kaki itu ga berat mba yang bikin berat gengsinya. Tapi aku suka cuek sih hehe karena tujuannya ya biar badan gerak soalnya suka ga sempat olahraga. Aku juga lagi beralih ke pembalut kain nih. Mau cobain mens cup belum berani. Yah semoga konsisten hehe.

    Reply
  • Shyntako 2 September 2020 at 8:26 pm

    Aksi-aksi sederhana kaya gini tuh bisa membantu menahan laju perubahan iklim global ya mba, terutama global warming. Indonesia yang area hutannya masih banyak juga harus dijaga tuh.

    Reply
  • Mia Yunita 2 September 2020 at 9:00 pm

    Penting banget menjaga kelestarian alam. Akibat polusi & limbah industri yg nggak dikelola dg baik kan akhirnya mencemari alam. Begitu juga dgn alih fungsi alam yang tidak seimbang, ini membahayakan ekosistem.

    Reply
  • Fenni bungsu 2 September 2020 at 10:17 pm

    Perubahan iklim memang sangat kita rasakan, apalagi tadi berasa hawanya hangat ke arah panas. Kita udah nggak bisa lagi tinggal diam kudu lakukan langkah nyata untuk bumi ini

    Reply
  • Deny Irwanto 2 September 2020 at 10:43 pm

    Nampaknya memang cukup sulit menghilangkan ketergantungan itu mb. Padahal perubahan iklim tidak hanya terjadi karena sifat udaranya melainkan juga tingkah laku kita sendiri. Namun byk orang kurang menyadarinya, jadi sedih 🙁

    Reply
  • Cindy Vania 2 September 2020 at 10:44 pm

    Mba bener banget tuh yg tentang jalan kaki. Aku kalau jalan gitu suka dibilang “lagi tanggal tua ya?”, “kurang kerjaan banget”.

    Sedih banget lah

    Reply
    • Uniek Kaswarganti 3 September 2020 at 10:13 am

      Tu dia, justru perilaku dan kebiasaan baik malah dinilai aneh sama orang ya. Mbokya ga usah komen ga perlu gitu. Harusnya malah terinspirasi lihat orang melakukan kebiasan baik kan.

      Reply
  • echaimutenan 2 September 2020 at 11:40 pm

    Aku juga rada bingung ngaplikasikan sayng bumi iklim ini. Secara jaman sekarang semua apa-apa alat modern yang bisa pengaruh bngt sama iklim

    Reply
  • mutia ramadhani 2 September 2020 at 11:46 pm

    Banyak kisah yang jahat berubah menjadi baik. Ada yg dulunya pembalak hutan, sekarang menjadi pengelola hutan masyarakat atau hutan desa. Ada yg dulunya pemburu satwa, sekarang menjadi pelindungnya. Selalu ada cerita menarik dari mereka, seperti pengalaman Pak Zul ini.

    Reply
  • Sri Widiyastuti 3 September 2020 at 12:03 am

    Sepakat mbak, ketika mulut kita tidak bisa menyampaikan pesan, maka kita bisa berjuang lewat tulisan. Isue perubahan iklim di indonesia ini hangat hangat tai ayam ya mbak, semoga dengan banyaknya blogger yang speak up akan sampai kepada masyarakat dan juga pejabat tinggi negara

    Reply
  • Adriana Dian 3 September 2020 at 12:14 am

    emang berasa banget yaaa perubahan iklim bumi saat iniii. Huhuhu. Semoga semakin banyak yang lebih peduli lingkungan, dan semakin banyak yang makin sayang sama bumi ini yaaaa

    Reply
  • Bundabiya.com 3 September 2020 at 12:23 am

    di negara tropis agak susah untuk membiasakan jalan kaki, mbak. negra maju banyak yang orang2nya terbiasa jalan kaki karena selain udaranya yang berbeda, aturannya pun ketat. harus dibarengi dengan kebijakan transportasi publik dan pembatasan kendaraan pribadi misalnya dengan pajaknya yang dinaikin atau gimana.

    Reply
    • Bundabiya.com 3 September 2020 at 12:50 am

      nah klo soal AC itu aku yang masih susah banget 🙁 soalnya punya anak kecil dan kami tinggal di surabaya. kalo nggak pake AC bisa guobyos dan rewel banget. akhirnya ya paling kami minimalisir penggunaannya, hanya kalau tidur dipakainya.

      Reply
  • Uniek Kaswarganti 3 September 2020 at 1:00 am

    Salut dengan transformasi Pak Zul Karnedi ya, yang tadinya memburu penyu akhirnya berubah 180 derajat. Coba kalau para pembalak hutan itu juga punya kebaikan seperti Pak Zul ini, tentu hutan kita masih tetap lestari hingga saat ini.

    Reply
  • Jihan 3 September 2020 at 3:15 am

    Bener banget mba Andy, perubahan iklim ini dampaknya ngga cuma ke satu hal aja, Tapi banyak hal yang bakal berubah dan manusia itu sendiri yang akan dirugikan nantinya

    Reply
  • Twitter: @iffiarahman 3 September 2020 at 6:02 am

    Kalo sampe ada yang berpikiran cuma saya kok yang pakai motor untuk transportasi dan AC di rumah sih kebangetan yaaa

    Reply
  • Ruli retno 3 September 2020 at 9:01 am

    Aku gak sanggup bayangkan indonesia tanpa hutan, berbagai perubahan ini kayanya masih bisa dikendalikan selagi hutan masih lestari ya

    Reply
  • Farida Pane 3 September 2020 at 9:34 am

    AC itu yang aku masih susah berpisah, sih. Paling cuma tahan beberapa jam aja abis itu kudu dinyalain.

    Reply
  • Ida Raihan 3 September 2020 at 10:37 am

    Ini menjadi PR kita semua ya untuk mengembalikan bumi kembali segar. Kami di rumah juga tidak ada yang memakai AC. Hanya kipas angin saja karena Surabaya memang sangat panas.

    Reply
  • Diah Alsa 3 September 2020 at 10:48 am

    toosss Kak, saya pun juga lebih suka jalan kaki kalau jaraknya dekat dan terjangkau, biar sekalian olahraga dan lebih sehat, hemat pula 😀
    saya kalau di rumah juga sebisa mungkin anak kicik ini pakai clodi aja apalagi kalau gak hujan.
    untuk AC juga di rumah ndak ada AC dan syukurnya anak-anak juga dari kecil tidak dibiasakan dengan AC sih, kipas sih iyah tapi kalau pas lagi benar-benar panas saja.
    Dampak Perubahan iklim ini memang PR bersama juga, sebisa mungkin kita tidak menambah beban bumi lagi.
    cuaca yang tidak menentu itu salah satu hasilnya, para pelaut sekarang tidak bisa lagi memprediksi secara akurat saat tepat melaut, begitupula dengan petani, menentukan musim tanam dan panen pun juga sekarang jadi susah karena perubahan iklim ini 🙁

    Reply
  • Nia Haryanto 3 September 2020 at 11:02 am

    Huhu, iya banget ya, kita itu gak peduli banget dengan perubahan iklim ini. Padahal udah mulai kerasa yang efeknya. Dan ini semua terjadi karena ulah kita. Semoga dengan banyaknya sosialisasi, seperti yang dilakukan KBR, jadi banyak yang menyadari dan melakukan tindakan yang bisa mengurangi dampak dan perubahan iklim.

    Reply
  • lendyagasshi 3 September 2020 at 11:09 am

    Indonesia penyumbang gas emisi terbesar yaa…
    Huhuu….sedih banget.
    Pantas saja sejak pandemi, bumi kabarnya semakin membaik dengan langit birunya yang indah cerah.

    Reply
    • lendyagasshi 8 September 2020 at 6:37 pm

      Padahal rata-rata bangunan seperti gedung tinggi, hotel dan sejenisnya…gak bisa banget yaa, kak..kalau gak pakai AC.
      Kalau rumah hunian, masih memungkinkan di design yang ramah lingkungan dengan ventilasi yang cukup.

      Reply
  • Naqiyyah Syam 3 September 2020 at 11:55 am

    Benar banget ya kita jangan terlena dengan kenikmatan alam ini, tapi juga melestarikan juga. Plus hemat pemakianan AC dll.

    Reply
  • Viedyana 3 September 2020 at 12:25 pm

    Uwiiih panjangnya tulisan dirimu mbak, embuat aku rindu menulis panjang seperti ini. Yuk bisa juga lho dimulai dari mengolah sampah rumah tangga menjadi kompos. Emak-emak akrab dong sama yg namanya sisa sayur mayur n dll. Di mulai dr unit masyarakat yg paling kecil, yaitu keluarga, ya kita-kita ini hehe

    Reply
  • Nurul Fitri Fatkhani 3 September 2020 at 12:29 pm

    Kita sekarang dihadapi perubahan iklim yang tidak menentu. Semua ini memang akibat pola hidup manusia yang salah.
    Beruntung masih banyak orang-orang yang peduli dengan lingkungan dan melakukan gerakan sayang lingkungan

    Reply
  • Naqiyyah Syam 3 September 2020 at 1:10 pm

    Kita emang perlu hemat energi ya, perubahan iklim dan cinta lingkungan terus digaungkan. Masya Allah senang sekali baca artikel ini jadi makin semangat jaga lingkungan.

    Reply
  • Yelli 3 September 2020 at 1:13 pm

    Beberapa kisah yang diceritakan di atas sungguh inspiratif, membuat hati tergerak untuk melakukan perubahan kecil untuk menyelamatkan alam ini. Terima kasih sharingnya mba.

    Reply
  • Emanuella Christianti 3 September 2020 at 1:23 pm

    Waaaaah, sama ni aku sama Mak Irul, uda beralih ke menstrual cup jugaaaaa. Cuma pas nifas pasca lahiran aja ini masih bingung apakah balik ke pembalut sementara atau ke menstrual pad enaknya…. 🙂 Semoga langkah kecil kita bisa membawa kebaikan yang lebih besar untuk alam ya Mbaaa….

    Reply
  • Anggun 3 September 2020 at 2:29 pm

    Yg belum bisa aku tiru dari cara mbak menjaga lingkungan itu menggunakan menstrual cup dan tidak menggunakan kendaraan.
    Masih takut mau coba pakai menstrual cup , mungkin karena belum pernah saja sih ya, masih tergantung dg yg sekali pakai. Nah kalau yg jalan kaki itu mau ke warung yg jaraknya 200 meter saja pasti pakai motor 😀
    Mungkin besok² bisa ikutin cara mbak ini ya.

    Reply
  • Mpo Ratne 3 September 2020 at 4:03 pm

    Makin banyak yang peduli terhadap lingkungan makan makin indah bumi ini. Perubahan iklim dapat diatasi kalau kita sama-sama menjalani

    Reply
  • BayuFitri 3 September 2020 at 5:20 pm

    Setuju mengatasi perubahan iklim bisa dimulai dari diri sendiri. Rmh sy jg tdk pakai AC otomatis tdk bnyk konsumsi daya listrik. Dan untuk belanja sdh terbiasa membawa tas blnja sendiri..semoga semakin bnyk yg berkontribusi ya untuk menangani perubahan iklim ini

    Reply
  • Fatimah Aqila 3 September 2020 at 6:19 pm

    Suka banget sama tulisan ini, karena jujur orang-orang masih menutup mata sama isu perubahan iklim ini. Padahal fenomena perubahan iklim ini nggak main-main, dampaknya juga bakal ke kita.

    Reply
  • Rach Alida 3 September 2020 at 7:44 pm

    MasyaAllah dengan kreatif kayak gini makin banyak barang bisa dikreasikan dan buka lapangan tenaga kerja juga ya mba

    Reply
  • Dede Abdurahman 4 September 2020 at 2:14 pm

    Kalo pas lagi berkunjung ke kota kota seperti Bogor, Jakarta yang notabene pedestrian nya bagus saya lebih memilih berjalan kaki. Sekian hitung2 olahraga, bisa juga sekalian mendapat spot spot menarik untuk dijadikan konten baik foto maupun blog

    Reply
  • Indah Nuria 5 September 2020 at 3:34 pm

    Mamang kesadaran kita sangat diperpanjang untuk mengatasi dampak negative dari perubahan iklim yaa. Salah satu contoh sederhana adalal membuang sampah

    Reply
    • Indah Nuria 5 September 2020 at 3:42 pm

      Maksudnya sangat dibutuhkan mba..

      Reply
  • Maria G Soemitro 6 September 2020 at 5:21 am

    Baca tulisan Mbak Andy bikin tambah peduli pada Bumi
    Karena kalo bukan kita yang menjaga kita. Siapa lagi?

    Reply
  • Rudi G. Aswan 7 September 2020 at 2:04 pm

    Setuju, Mbak Andy. Diakui atau enggak, sekarang kesadaran orang terhadapa perubahan iklim memang cenderung minim, bahkan mengenaskan. Memang masih banyak yang peduli, tapi jadi anomali banget. Kami aja yang belanja ke pasar dengan menolak plastik sering dipandang aneh bahkan pernah saling ngotot dengan penjual hehe. Aku juga ikut kemarin webinar di KBR, Mbak. Aku lihat Pak Zul jadi inget Pak Tasuri di Pekalongan, awalnya memburu binatang owa lalu jadi pelestari owa lewat poduksi kopi organik dari hutan. Semoga makin banyak orang kayak Pak Zul dan Pak Tasuri. Bisa kita mulai dari rumah, dengan melibatkan anak-anak. Memperbanyak tanaman dan mengurangi penggunaan AC.

    Reply
  • tari 7 September 2020 at 5:42 pm

    dari dulu sampe sekarang asli susah bener ngajakin orang2 supaya lebih care dg lingkungan. sekadar nyetop kebiasaan bakar sampah aja sampe sekarang aku blm berhasil, apalagi sampe aksi yg segambreng itu. hebat!

    Reply
  • Ubay 8 September 2020 at 7:29 pm

    Perubahan lingkungan kink tidak lebih banyak oleh alam namun malah dari kita manusia yang menghuninya. Menjaganya dan merawatnya untuk keberlangsungan kedepannya

    Reply

Leave a Comment