Ramadan Tiba Semua Bahagia. Seperti penggalan sebuah lirik lagu, ramadan tiba semua bahagia. Memang sudah seharusnya kan? Tamu spesial ini kita jamu sebaik mungkin. Dimulai dengan bersyukur kepada Allah SWT, betapa kita masih diberi nikmat sehat wal’afiat, masih diberikan umur, untuk bisa menikmati kembali bulan Ramadan. Kalau dipikir-pikir, rasanya ya belum lama kita bersalaman, saling memaafkan, menikmati opor ayam dan lainnya di momen hari lebaran setahun yang lalu. Tapi ternyata momen yang kita rasa belum lama berlalu itu, sungguh kenikmatan yang tidak bisa dinikmati kembali oleh semua orang. Coba dihitung, sudah berapa orang yang kita cintai, dalam rentang setahun berlalu kemarin, sudah meninggal dunia?
Maka ketika diberi kesempatan berjumpa Ramadan, lakukanlah apa yang terbaik yang bisa dilakukan. Jauh di lubuk hati, jelang ramadan kemarin saya membatin, ah sungguh beda sekali ramadan tahun ini. Bagaimana tidak, 2021 Bapak meninggal dunia, menyusul Mama di awal bulan Desember 2023, lalu putri ketiga saya (usia 3 bulan) yang mengalami penyakit jantung bawaan -pun sudah kembali ke Sang Pemilik. Padahal ya memang seharusnya ramadan demi ramadan kita setiap tahunnya itu berbeda, terutama dalam hal amal sholeh. Bukankah merugi mereka yang ramadannya begitu-begitu saja- bahkan cenderung menurun kualitasnya dari tahun ke tahun?
Ramadan Tiba Semua Bahagia
Tiba-tiba ramadan tiba. Baru setahun lalu saya menjalani trimester pertama kehamilan yang berbeda, berat. Mual muntah luar biasa, badan pun lemas. Sesuatu yang tidak saya rasakan kala mengandung putri pertama dan kedua. Nyaris sebulan saya tidak menjalankan ibadah puasa. Padahal biasanya, baik mengandung maupun menyusui, saya tetap mampu puasa penuh. Tapi kembali lagi, akan berbeda-beda di tiap kondisi, tidak bisa melulu disamakan. Tiba-tiba ramadan tiba, saya sempat kebingungan. Nyaris merasa hampa. Kemudian atas izin Allah, tidak dibiarkannya ramadan berlalu begitu saja.
Entah bagaimana ceritanya, beberapa hari sebelum ramadan, saya mendaftar di sebuah kelas daring. Shalat Sepenuh Jiwa namanya. Sebuah kelas yang berlangsung di bulan ramadan, dengan total 40 episode yang bertujuan untuk memperbaiki ibadah shalat yang dilakukan selama ini. Belajar tentang shalat, memaknainya, serta bagaimana agar shalat yang dilakukan itu bedan dan khusyuk. Berawal dari iseng-iseng mendaftar kelas tersebut, berakhir ke sesuatu yang sangat berarti bagi saya di ramadan ini.
Bulan Penuh Keberkahan
Episode awal saja kita sudah berkali-kali diingatkan betapa sudah seharusnya setiap mereka yang beriman, akan happy – bahagia dengan datangnya bulan ramadan. Saya pun kembali teringat dengan jadwal yang awalnya ingin saya buat, bagaimana agar dalam 24 jam sehari itu diisi dengan baik. Nyatanya, jadwal tersebut bulan juga dibuat. Tapi kelas Shalat Sepenuh Jiwa itu, setidaknya, membuat saya belajar memaknai bagaimana menjalani ramadan tahun ini, terkhusus untuk urusan shalatnya. Memperbaiki shalat.
Ramadan Mubarak. Bulan spesial yang penuh dengan keberkahan. Sayang sekali kalau tidak kita manfaatkan sebaik mungkin. Seminggu pertama di bulan Ramadan 1445H/2024 ini, yang saya sayangkan adalah lagi-lagi godaan tidur itu sungguh tak terelakkan. Hiks. Padahal coba nih ya, diisi dengan baca Al-Qur’an, tentu saya bisa dapat berlembar-lembar bacaan. Hahaha. Bismillah, semoga minggu-minggu berikutnya bisa lebih baik.
Ramadan Tahun ini Berbeda
Saya tidak lagi melulu berpikir begitu. Sebisa mungkin, ingin sekali membawa pikiran ini ke hal positif, bahwa bismillah.. sudah diberi kesempatan kembali bertemu ramadan, jadi yuk bisa yuk, bikin jauh berbeda dengan tahun sebelumnya. Amalan sunnahnya ditingkatkan, perbuatan dosa ditinggalkan. Meski sebagai manusia, tak dapat dipungkiri, rindu dan ingatan itu akan tetap ada. Bagaimana momen-momen ketika keluarga masih lengkap dan lainnya. Padahal ya, toh kita semua menuju ke sana. Harusnya fokus maksimalkan amal sholeh sebelum tiba giliran, ya? Harusnya… semoga bisa.
Tiba-tiba Ramadan Tiba
Ramadan pertama di rumah sendiri, tidak mengontrak lagi. Thanks pak suamik untuk kerja kerasnya membangun STU Corp! Tidak lagi berpikir, tahun depan mesti perpanjang kontrakan atau bagaimana ya? Ramadan yang seminggu pertama didominasi dengan menyantap masakannya pak suamik dan si sulung, saya paling mentok cuci piring, masak nasi, dan beberapa lauk yang kadang approve untuk diri sendiri dan Tita aja. Hahaha. Alhamdulillah punya pasangan dan anak yang bisa backup kekurangan saya. Ramadan yang masih bersisa capeknya, setelah marathon- hamil, melahirkan, ibu sakit-meninggal, putri ketiga sakit-meninggal. Kalau dipikir-pikir, ya berat, tapi kata Allah, ya kamu yang kebagian ujiannya karena emang kamu bisa melaluinya. Hmm. Bismillah.
Jadi ada hal seru apa di minggu pertama- atau lebih tepatnya 10 hari pertama bulan Ramadan ini? Seru! Bagaimana melawan rasa kantuk agar bisa diisi dengan kegiatan bermanfaat, bagaimana memaksa diri untuk memperbanyak amal sholeh, bagaimana tersadar bahwa duh gimana nanti kalau tiba waktunya meninggal dunia ya? amal ibadah seuprit banget, lah dosa kian banyak, bagaimana terus bersyukur diberikan circle keluarga, sahabat, karib kerabat, yang baik sekali.
–
Tidak ada hal yang tiba-tiba, sungguh kita dipertemukan kembali dengan ramadan atas izin-Nya. Maka manfaatkan sebaik mungkin.
Luar biasa bunda menjadi inspirasi bagi kami yang masih belajar menulis.
Bener mba, ramadhan datang itu bawaan seneeeng banget. Mungkin karena diksh kesempatan lagi ama allah utk merasakan puasa thn ini yaaa. Bulan di mana nilai ibadah jadi berkali lipat, dan suasana ramadhan juga selalu beda di banding bulan biasa.
Bagi yg diksh ujian, aku juga yakin krn allah tahu mba kuat menghadapi nya????????.
Aku lupa nulis komen dj sini ga bisa pake emot, berubah jadi tanda tanya yaa … Kuatir kesan bacanya jadi beda (❁´◡`❁)